Awal
mula perang dagang antara AS dan Tiongkok China
Pada 22 Maret 2018 lalu,
Presiden AS yaitu Donald Trump mengumumkan niatnya untuk menetapkan tarif untuk
barang-barang Tiongkok sebesar US$ 50 miliar. Kemudian pada 2 April 2018,
Kementrian Perdagangan Tiongkok mengenakan tarif terhadap 128 produk AS
termasuk pesawat terbang, mobil, produk daging babi, potongan aluminium,dan
keelai, serta buah-buahan, kacangan-kacangan, dan pipa baja. Lalu pada 6 Juli
2018, Presiden AS resmi menetapkan tarif terhadap barang-barang Tiongkok sebesar
$34 miliar, dan tidak lama setelah itu, Tiongkok pun membalas dengan memberikan
tarif yang serupa kepada produk-produk AS yang masuk ke wilayah Tiongkok dengan
tarif yang serupa, terutama ekspor terbesar AS terhadap Tiongkok yaitu kedelai.
Presiden Trump membantah
bahwa perselisihan ini merupakan perang dagang antara AS dan China, menurutnya
AS saat ini telah mengalami defisit perdagangan $50 Miliar per tahun, ditambah
dengan pencurian kekayaan inteklektual sebesar $300 Miliar per tahun.
Banyak anggapan mengenai
perang dagang AS-China ini, mulai dari AS yang cemburu pada kemajuan Chin,
sampai China melakukan kecurangan dalam perdagangan Internasional, bukan hanya
pada AS tetpi dengan beberapa mitra dagang lainnya. Walaupun banyak yang tidak
setuju degan kebijakan Presiden Trump, tetapi kebijakannya itu membuat beberapa
negara menyampaikan keluhan mengenai proses dagang China. Misalnya, kamar
dagang Eropa di China menyatakan bahwa akar dari perang dagang ini adalah karena
Pasar China tidak sepenihnya dibuka. Walaupun banyak yang mengkritik mengenai
perdagangan China, mereka tidak ambil pusing dan mereka pun telah bersiap
dengan pertempuran yang panjang ini.
Pemerintah China
sebelumnya sudah melakukan aksi balas
dengan menetapkan bea masuk terhadap produk AS sebesar US$50 miliar, China juga
berecana menerapkan bea masuk tambahan sebesar US$60 miliar untuk produk AS.
Boediono juga menjelaskan, perang dagang yang terjadi
lantaran ekonomi dunia memang rentan dengan krisis. Karena ekonomi global
menganut sistem ekonomi pasar atau kapitalisme.
Dampak
perang dagang bagi Indonesia
Indonesia mengalami
beberapa dampak positif dan negatif dari adanya perang dagang antara AS dan
China. CEO Citibank Indonesia Bantara Sianturi menyebut bahwa perang dagang
antara AS dan China bisa berdampak positif bagi Indonesia, tak lepas dari
kebijakan AS yang menaikkan bea masuk terhadap China. Menurutnya juga, Indonesia
juga dapat menjadi tempat destinasi investasi bagi ekosistem China. Ucapan Bos
Citibank Indonesia pun terbukti dengan beberapa gelaja yang terjadi di
Indonesia, belum lama ini perusahaan Smartphone (iPhone) asal Taiwan, Pegatron,
memutuskan memindahkan perusahaan yang berada di China ke Indonesia, namun
pabrik yang dipindahkan adalah produk non-iPhone.
Menurut anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional
(KEIN)-Jhony Darmawan, ada dua dampak negatif dari perang dagang ini terhadap
Indonesia :
1. Membanjirnya
produk dari china ke Indonesia
Karena tarif yang diberikan AS untuk
produk China masuk ke negaranya begitu tinggi, maka kemungkinan China akan
mencari negara tujuan lain untuk memasarkan produkya, salah satunya yaitu Indonesia. Pemerintah harus membatasi
banjirnya produk China yang masuk ke Indonesia, salah satu brntuk upaya nya
yaitu dengan mewajibkannya produk tersebut berstandar nasional Indonesia (SNI).
Tetapi tidak semua produk dari China bisa dibatasi dengan SNI, contohnya adalah
produk pangan.
2. Menurunnya
permintaan Chin terhadap barang baku dari Indonesia.
Mengapa demikian? China merupakan
negara yang cukup banyak menggunakan bahan baku dari Indonesia, contohnya batu
bara. Jika China sampai mengurangi produksinya maka jelas sekali akan
memberikan dampak yang besar bagi indonesia.
Menurut Wakil Presiden
Jusuf Kalla, kemungkinan berkurangnya ekspor tersebut adalah dampak tidak
langsung dari konflik ekonomi kedua negara tersebut. Menurutnya ampak
langsungnya yaitu AS sedang mempertimbangkan untuk mengevaluasi GSP (platform
AS untuk memberikan keringanan bea masuk terhadap eksportir negara berkembang
atau miskin.
Sejak April lalu,
Pemerintah AS memang mempertimbangkan ulang untuk memberika fasilitas itu (GSP)
untuk Indonesia dan India. Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia-Shinta Kamdani,
mendorong pemerinah berupaya maksimal agar pengusaha tidak membayar bea masuk
eksor ke AS.
Lalu
bagaimana upaya Indonesia untuk mengatasi dampak yang mungkin akan terjadi?
Sebagai antisipasi untuk
dampak dari perang dagang, pemerintah terus berupaya mencari solusi yang tepat
untuk mengatasi dampak ngatif yang mungkin akan terjai di Indonesia. Dalam 6
bulan pertama, pemerintah akan menerbitkan instrumen untuk membantu mengurangi
tekanan perang dagang. Pemerintah juga berharap akan adanya daya tahan industri
dan pelaku usaha mengenai situasi ekonomi yang terjadi saat ini. Untuk jangka 1
tahun hingga 18 bulan kedepan, pemerintah akanberupaya melakukan mitigasi untuk
meminimalisir resiko pada dunia usaha Indonesia. Disisi lain, dalam menghadapi
perang dagang ini, pemerintah pun akan fokus memperkuat ekspor yang
menghasilkan devisa serta menjaga nilai impor. Pasalnya, faktor yang
memengaruhi perekonomian saat ini adalah ketidakpastian dari arah kebijakan
negara yang terlibat perang dagang.
Demkian artikel mengenai perang dagang antar AS dan
China, mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan. Terimakasih
(Diakses
pada Sabtu, 15 Desember 2018 pukul 19.30 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar