Wild Dancing Thanksgivng Turkey

Sabtu, 15 Desember 2018

Perang Dagang Amerika dan China


Awal mula perang dagang antara AS dan Tiongkok China



Pada 22 Maret 2018 lalu, Presiden AS yaitu Donald Trump mengumumkan niatnya untuk menetapkan tarif untuk barang-barang Tiongkok sebesar US$ 50 miliar. Kemudian pada 2 April 2018, Kementrian Perdagangan Tiongkok mengenakan tarif terhadap 128 produk AS termasuk pesawat terbang, mobil, produk daging babi, potongan aluminium,dan keelai, serta buah-buahan, kacangan-kacangan, dan pipa baja. Lalu pada 6 Juli 2018, Presiden AS resmi menetapkan tarif terhadap barang-barang Tiongkok sebesar $34 miliar, dan tidak lama setelah itu, Tiongkok pun membalas dengan memberikan tarif yang serupa kepada produk-produk AS yang masuk ke wilayah Tiongkok dengan tarif yang serupa, terutama ekspor terbesar AS terhadap Tiongkok yaitu kedelai.
Presiden Trump membantah bahwa perselisihan ini merupakan perang dagang antara AS dan China, menurutnya AS saat ini telah mengalami defisit perdagangan $50 Miliar per tahun, ditambah dengan pencurian kekayaan inteklektual sebesar $300 Miliar per tahun.
Banyak anggapan mengenai perang dagang AS-China ini, mulai dari AS yang cemburu pada kemajuan Chin, sampai China melakukan kecurangan dalam perdagangan Internasional, bukan hanya pada AS tetpi dengan beberapa mitra dagang lainnya. Walaupun banyak yang tidak setuju degan kebijakan Presiden Trump, tetapi kebijakannya itu membuat beberapa negara menyampaikan keluhan mengenai proses dagang China. Misalnya, kamar dagang Eropa di China menyatakan bahwa akar dari perang dagang ini adalah karena Pasar China tidak sepenihnya dibuka. Walaupun banyak yang mengkritik mengenai perdagangan China, mereka tidak ambil pusing dan mereka pun telah bersiap dengan pertempuran yang panjang ini.
Pemerintah China sebelumnya  sudah melakukan aksi balas dengan menetapkan bea masuk terhadap produk AS sebesar US$50 miliar, China juga berecana menerapkan bea masuk tambahan sebesar US$60 miliar untuk produk AS.
Boediono juga menjelaskan, perang dagang yang terjadi lantaran ekonomi dunia memang rentan dengan krisis. Karena ekonomi global menganut sistem ekonomi pasar atau kapitalisme.

Dampak perang dagang bagi Indonesia
Indonesia mengalami beberapa dampak positif dan negatif dari adanya perang dagang antara AS dan China. CEO Citibank Indonesia Bantara Sianturi menyebut bahwa perang dagang antara AS dan China bisa berdampak positif bagi Indonesia, tak lepas dari kebijakan AS yang menaikkan bea masuk terhadap China. Menurutnya juga, Indonesia juga dapat menjadi tempat destinasi investasi bagi ekosistem China. Ucapan Bos Citibank Indonesia pun terbukti dengan beberapa gelaja yang terjadi di Indonesia, belum lama ini perusahaan Smartphone (iPhone) asal Taiwan, Pegatron, memutuskan memindahkan perusahaan yang berada di China ke Indonesia, namun pabrik yang dipindahkan adalah produk non-iPhone.
Menurut anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN)-Jhony Darmawan, ada dua dampak negatif dari perang dagang ini terhadap Indonesia :
1. Membanjirnya produk dari china ke Indonesia
Karena tarif yang diberikan AS untuk produk China masuk ke negaranya begitu tinggi, maka kemungkinan China akan mencari negara tujuan lain untuk memasarkan produkya, salah satunya  yaitu Indonesia. Pemerintah harus membatasi banjirnya produk China yang masuk ke Indonesia, salah satu brntuk upaya nya yaitu dengan mewajibkannya produk tersebut berstandar nasional Indonesia (SNI). Tetapi tidak semua produk dari China bisa dibatasi dengan SNI, contohnya adalah produk pangan.
2. Menurunnya permintaan Chin terhadap barang baku dari Indonesia.
Mengapa demikian? China merupakan negara yang cukup banyak menggunakan bahan baku dari Indonesia, contohnya batu bara. Jika China sampai mengurangi produksinya maka jelas sekali akan memberikan dampak yang besar bagi indonesia.
Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, kemungkinan berkurangnya ekspor tersebut adalah dampak tidak langsung dari konflik ekonomi kedua negara tersebut. Menurutnya ampak langsungnya yaitu AS sedang mempertimbangkan untuk mengevaluasi GSP (platform AS untuk memberikan keringanan bea masuk terhadap eksportir negara berkembang atau miskin.
Sejak April lalu, Pemerintah AS memang mempertimbangkan ulang untuk memberika fasilitas itu (GSP) untuk Indonesia dan India. Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia-Shinta Kamdani, mendorong pemerinah berupaya maksimal agar pengusaha tidak membayar bea masuk eksor ke AS.

Lalu bagaimana upaya Indonesia untuk mengatasi dampak yang mungkin akan terjadi?
Sebagai antisipasi untuk dampak dari perang dagang, pemerintah terus berupaya mencari solusi yang tepat untuk mengatasi dampak ngatif yang mungkin akan terjai di Indonesia. Dalam 6 bulan pertama, pemerintah akan menerbitkan instrumen untuk membantu mengurangi tekanan perang dagang. Pemerintah juga berharap akan adanya daya tahan industri dan pelaku usaha mengenai situasi ekonomi yang terjadi saat ini. Untuk jangka 1 tahun hingga 18 bulan kedepan, pemerintah akanberupaya melakukan mitigasi untuk meminimalisir resiko pada dunia usaha Indonesia. Disisi lain, dalam menghadapi perang dagang ini, pemerintah pun akan fokus memperkuat ekspor yang menghasilkan devisa serta menjaga nilai impor. Pasalnya, faktor yang memengaruhi perekonomian saat ini adalah ketidakpastian dari arah kebijakan negara yang terlibat perang dagang.

Demkian artikel mengenai perang dagang antar AS dan China, mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan. Terimakasih

Referensi :
(Diakses pada Sabtu, 15 Desember 2018 pukul 19.30 WIB)  


Tidak ada komentar: